PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3),
Pasal 43 ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR NASIONAL
PENDIDIKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1.
Standar nasional pendidikan adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Pendidikan formal adalah jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
3.
Pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang.
4.
Standar kompetensi lulusan adalah
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
5.
Standar isi adalah ruang lingkup
materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi
tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
6.
Standar proses adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
7.
Standar pendidik dan tenaga
kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun
mental serta pendidikan dalam jabatan.
8.
Standar sarana dan prasarana
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal
tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
9.
Standar pengelolaan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
10. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya
biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
11. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik.
12. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang
diperlukan. untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat
berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan
secara teratur dan berkelanjutan.
13. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
14. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
15. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
16. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu.
17. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik.
18. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.
19. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk
memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
20. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau
penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
21. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satu
pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
22. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah
badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan
dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.
23. Departemen adalah departemen yang bertanggungjawab di bidang
pendidikan.
24. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah
unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas
untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan,
saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan
untuk mencapai standar nasional pendidikan;
25. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut
BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan Kelayakan program dan
atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal
dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
26. Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya
disebut BANPNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program
dan atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.
27. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut
BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan Kelayakan program dan atau
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan.
28. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang
pendidikan.
BAB II
LINGKUP, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)
Lingkup Standar Nasional
Pendidikan meliputi:
a.
standar isi;
b.
standar proses;
c.
standar kompetensi lulusan;
d.
standar pendidik dan tenaga
kependidikan;
e.
standar sarana dan prasarana;
f.
standar pengelolaan;
g.
standar pembiayaan;dan
h.
standar penilaian pendidikan.
(2)
Untuk penjaminan dan pengendalian
mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi,
akreditasi, dan sertifikasi.
(3)
Standar Nasional Pendidikan
disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pasal 3
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai
dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Pasal 4
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin
mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
BAB III
STANDAR ISI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1)
Standar isi mencakup lingkup
materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
(2)
Standar isi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
Bagian Kedua
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Pasal 6
(1)
Kurikulum untuk jenis pendidikan
umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas:
a.
kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia;
b.
kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian;
c.
kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi;
d.
kelompok mata pelajaran estetika;
e.
kelompok mata pelajaran jasmani,
olah raga, dan kesehatan.
(2)
Kurikulum untuk jenis pendidikan
keagamaan formal terdiri atas kelompok mata pelajaran yang ditentukan
berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.
(3)
Satuan pendidikan nonformal dalam
bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi
yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.
(4)
Setiap kelompok mata pelajaran
dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata
pelajaran mempengaruhi pemahaman dan atau penghayatan peserta didik.
(5)
Semua kelompok mata pelajaran sama
pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada
pendidikan dasar dan menengah.
(6)
Kurikulum dan silabus
SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya
kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta
kemampuan berkomunikasi.
Pasal 7
(1)
Kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket
C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan
teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(2)
Kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa,
seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
(3)
Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika,
ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan
muatan lokal yang relevan.
(4)
Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika,
ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau
teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(5)
Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika,
ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi
informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(6)
Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi
informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
(7)
Kelompok mata pelajaran estetika
pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
(8)
Kelompok mata pelajaran jasmani,
olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan
kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
Pasal 8
(1)
Kedalaman muatan kurikulum pada
setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat
dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2)
Kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.
(3)
Ketentuan mengenai kedalaman
.muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 9
(1)
Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan untuk setiap program studi.
(2)
Kurikulum tingkat satuan
pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
(3)
Selain ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi program
Sarjana dan Diploma wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian,
kebudayaan, serta mata kuliah Statistika, dan/atau Matematika.
(4)
Kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan kedalaman muatan kurikulum pendidikan tinggi diatur oleh
perguruan tinggi masing-masing.
Bagian Ketiga
Beban Belajar
Pasal 10
(1)
Beban belajar untuk SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan
jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan
dan ciri khas masing-masing.
(2)
MI/MTs/MA atau bentuk lain yang
sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
Pasal 11
(1)
Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB,
atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester
(SKS).
(2)
Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori
standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.
(3)
Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori
mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.
(4)
Beban belajar minimal dan maksimal
bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usul dari BSNP.
Pasal 12
(1)
Beban belajar pada pendidikan
kesetaraan disampaikan dalam bentuk tatap muka, praktek keterampilan, dan
kegiatan mandiri yang terstruktur sesuai dengan kebutuhan.
(2)
Beban belajar efektif per tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usulan BSNP .
Pasal 13
(1)
Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau
bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau ,bentuk lain yang sederajat,
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan
hidup.
(2)
Pendidikan kecakapan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kecakapan pribadi, kecakapan
sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
(3)
Pendidikan kecakapan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat merupakan bagian dari
pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran pendidikan
estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
(4)
Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah
memperoleh akreditasi.
Pasal 14
(1)
Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau
bentuk lain yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain
yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
(2)
Pendidikan berbasis keunggulan
lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan bagian dari pendidikan
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika,
atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(3)
Pendidikan berbasis keunggulan
lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat diperoleh peserta didik
dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal
yang sudah memperoleh akreditasi.
Pasal 15
(1)
Beban SKS minimal dan maksimal
program pendidikan pada pendidikan tinggi dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
(2)
Beban SKS efektif program
pendidikan pada pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
Bagian Keempat
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pasal 16
(1)
Penyusunan kurikulum pada tingkat
satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada
.panduan yang disusun oleh BSNP
(2)
Panduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berisi sekurang-kurangnya:
a.
Model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan untuk SD/MI/SDLB/SMP /MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK pada
jalur pendidikan formal kategori standar;
b.
Model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan untuk SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada
jalur pendidikan formal kategori mandiri;
(3)
Penyusunan kurikulum pada tingkat
satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah keagamaan berpedoman
pada panduan yang disusun oleh BSNP.
(4)
Panduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum satuan pendidikan
keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
(5)
Model-model kurikulum tingkat
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan sekurang-kurangnya
meliputi model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem
paket dan model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem
kredit semester
Pasal 17
(1)
Kurikulum tingkat satuan
pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain
yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta
didik.
(2)
Sekolah dan komite sekolah, atau
madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum .tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar
kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD,SMP, SMA, dan SMK, dan
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs,
MA, dan MAK.
(3)
Kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya untuk program. paket A, B, dan C ditetapkan oleh
dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan
kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar
kompetensi lulusan.
(4)
Kurikulum tingkat satuan
pendidikan untuk setiap program studi perguruan tinggi dikembangkan dan
ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional
Pendidikan.
Bagian Kelima
Kalender Pendidikan/Akademik
Pasal 18
(1)
Kalender pendidikan/kalender
akademik mencakup permulaan tahun ajaran, Minggu efektif belajar, waktu pembelajaran
efektif, dan hari libur.
(2)
Hari libur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu
dan jeda antar semester.
(3)
Kalender pendidikan/ akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
STANDAR PROSES
Pasal 19
(1)
Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
(2)
Selain ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan
keteladanan.
(3)
Setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pasal 20
Perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar.
Pasal 21
(1)
Pelaksanaan proses. pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah
maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik,
rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal
jumlah peserta didik setiap pendidik.
(2)
Pelaksanaan proses pembelajaran
dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Pasal 22
(1)
Penilaian hasil pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah melalui berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang
harus dikuasai.
(2)
Teknik penilaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan
penugasan perseorangan atau kelompok.
(3)
Untuk mata pelajaran selain
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya
dilaksanakan satu kali dalam satu semester.
Pasal 23
Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Pasal 24
Standar perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan
proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
BAB V
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
Pasal 25
(1)
Standar kompetensi lulusan
digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan.
(2)
Standar kompetensi lulusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata
kuliah.
(3)
Kompetensi lulusan untuk mata
pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai
dengan jenjang pendidikan.
(4)
Kompetensi lulusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pasal 26
(1)
Standar kompetensi lulusan pada
jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta, keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2)
Standar kompetensi lulusan pada
satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(3)
Standar kompetensi lulusan pada
satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
(4)
Standar kompetensi lulusan pada
jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan,
kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu,
teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Pasal 27
(1)
Standar kompetensi lulusan
pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh BSNP
dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2)
Standar kompetensi lulusan
pendidikan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.
BAB VI
STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Pendidik
Pasal 28
(1)
Pendidik harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
(2)
Kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini meliputi:
a.
Kompetensi pedagogik;
b.
Kompetensi kepribadian;
c.
Kompetensi profesional; dan
d.
Kompetensi sosial.
(4)
Seseorang yang tidak memiliki
ijazah dan/ atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi
memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat .menjadi
pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
(5)
Kualifikasi akademik dan
kompetensi .sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 29
(1)
Pendidik pada pendidikan anak usia
dini memiliki:
a.
kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
b.
latar belakang pendidikan tinggi
di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan
c.
sertifikat profesi guru untuk
PAUD.
(2)
Pendidik pada SD/MI, atau bentuk
lain yang sederajat memiliki:
a.
kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
b.
Iatar belakang pendidikan tinggi
di bidang pendidikan SD/MI , kependidikan lain, atau psikologi; dan
c.
sertifikat profesi guru untuk
SD/MI.
(3)
Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk
lain yang sederajat memiliki:
a.
kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
b.
latar belakang pendidikan tinggi
dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c.
sertifikat profesi guru untuk
SMP/MTs.
(4)
Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk
lain yang sederajat memiliki:
a.
kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
b.
latar belakang pendidikan tinggi
dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c.
sertifikat profesi guru untuk
SMA/MA.
(5)
Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB,
atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a.
kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi
dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran
yang diajarkan; dan
b.
sertifikat profesi guru untuk
SDLB/SMPLB/SMALB.
(6)
Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk
lain yang sederajat memiliki:
a.
kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
b.
latar belakang pendidikan tinggi
dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c.
sertifikat profesi guru untuk
SMK/MAK.
Pasal 30
(1)
Pendidik pada TK/RA
sekurang-kurangnya terdiri atas guru, kelas yang penugasannya ditetapkan oleh
masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(2)
Pendidik pada SD/MI
sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang
penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan
keperluan.
(3)
Guru. mata pelajaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani,
olah raga, dan kesehatan.
(4)
Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk
lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas
guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan
pendidikan sesuai dengan keperluan.
(5)
Pendidik pada SMK/MAK atau bentuk
lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran dan instruktur bidang
kejuruan yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan
sesuai dengan keperluan.
(6)
Pendidik pada SDLB, SMPLB, dan
SMALB terdiri atas guru mata pelajaran dan pembimbing yang penugasannya
ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(7)
Pendidik pada satuan pendidikan
Paket A, Paket B dan Paket C terdiri atas tutor penanggungjawab kelas, tutor
penanggungjawab mata pelajaran dan nara sumber teknis yang penugasannya
ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(8)
Pendidik pada lembaga kursus dan
pelatihan keterampilan terdiri atas pengajar, pembimbing, pelatih atau
instruktur dan penguji.
Pasal 31
(1)
Pendidik pada pendidikan tinggi
.memiliki kualifikasi pendidikan minimum:
a.
lulusan diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1) untuk program diploma;
b.
lulusan program magister (S2)
untuk program sarjana (S1); dan
c.
lulusan program doktor (S3) untuk
program magister (S2) dan program doktor (S3).
(2)
Selain kualifikasi pendidik
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir a, pendidik pada program vokasi
harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian
yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.
(3)
Selain kualifikasi pendidik
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir b, pendidik pada program profesi
harus memiliki sertifikat kompetensi setelah sarjana sesuai dengan tingkat dan
bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.
Pasal 32
(1)
Pendidik kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar sebagaimana diatur dalam Pasal 28 sampai
dengan Pasal 31.
(2)
Selain syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama dapat memberikan kriteria tambahan.
Pasal 33
(1)
Pendidik di lembaga kursus dan
lembaga pelatihan keterampilan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi
minimum yang dipersyaratkan.
(2)
Kualifikasi dan kompetensi minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 34
Rasio pendidik terhadap peserta didik
ditetapkan dalam Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari BSNP.
Bagian Kedua
Tenaga Kependidikan
Pasal 35
(1)
Tenaga kependidikan pada:
a.
TK/RA atau bentuk lain yang
sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TK/RA dan tenaga kebersihan
TK/RA.
b.
SD/MI atau bentuk lain yang
sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga
administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/ madrasah.
c.
SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya
terdiri atas kepala sekolah/ madrasah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/ madrasah.
d.
SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga
administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan
sekolah/madrasah.
e.
SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk
lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga
administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan
sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis.
f.
kualifikasi Paket A, Paket B dan Paket
C sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga
administrasi, dan tenaga perpustakaan.
g.
lembaga kursus dan lembaga
pelatihan keterampilan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola atau
penyelenggara, teknisi, sumber belajar, pustakawan, dan laboran.
(2)
Standar untuk setiap jenis tenaga
kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 36
(1)
Tenaga Kependidikan pada
pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi
sesuai dengan bidang tugasnya.
(2)
Kualifikasi, kompetensi, dan
sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 37
(1)
Tenaga kependidikan di lembaga
kursus dan pelatihan harus memiliki kualifikasi dan. Kompetensi minimum yang
dipersyaratkan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut tentang
standar tenaga kependidikan pada lembaga kursus dan pelatihan dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 38
(1)
Kriteria untuk menjadi kepala
TK/RA meliputi:
a.
Berstatus sebagai guru TK/RA;
b.
Memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
c.
Memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d.
Memiliki kemampuan kepemimpinan
dan kewirausahaan di bidang pendidikan.
(2)
Kriteria untuk menjadi kepala
SD/MI meliputi:
a.
Berstatus sebagai guru SD/MI;
b.
Memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
c.
Memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SD/MI; dan
d.
Memiliki kemampuan kepemimpinan
kewirausahaan di bidang pendidikan.
(3)
Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK
meliputi:
a.
Berstatus sebagai guru
SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK.
b.
Memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
c.
Memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di MP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK; dan
d.
Memiliki kemampuan kepimpinanan dan
kewirausahaan di bidang pendidikan.
(4)
Kriteria untuk menjadi kepala
SDLB/SMPLB/SMALB meliputi:
a.
Berstatus sebagai guru pada satuan
pendidikan khusus;
b.
Memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
c.
Memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di satuan pendidikan khusus; dan
d.
Memiliki kemampuan kepimpinanan,
pengelolaan, dan kewirausahaan di bidang pendidikan khusus.
(5)
Kriteria kepala satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
(1)
Pengawasan pada pendidikan formal
dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan.
(2)
Kriteria minimal untuk menjadi
pengawas satuan pendidikan meliputi:
a.
Berstatus sebagai guru
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang
diawasi;
b.
memiliki sertifikat pendidikan
fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan;
c.
lulus seleksi sebagai pengawas
satuan pendidikan.
(3)
Kriteria pengawas suatu satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 40
(1)
Pengawasan pada pendidikan nonformal
dilakukan oleh pemilik satuan pendidikan.
(2)
Kriteria minimal untuk menjadi pemilik
adalah:
a.
Berstatus sebagai pamong
belajar/pamong atau jabatan sejenis di lingkungan pendidikan luar sekolah dan
pemuda sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, atau pernah menjadi pengawas satuan
pendidikan formal;
b.
memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
c.
memiliki sertifikat pendidikan
fungsional sebagai pemilik; dan
d.
lulus seleksi sebagai pemilik.
(3)
Kriteria pemilik suatu satuan
pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 41
(1)
Setiap satuan pendidikan yang
melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang
mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan
kebutuhan khusus.
(2)
Kriteria penyelenggaraan
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
STANDAR SARANA DAN PRASARANA
Pasal 42
(1)
Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
(2)
Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat
berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Pasal 43
(1)
Standar keragaman jenis peralatan
laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium
komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan
dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia.
(2)
Standar jumlah peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rasio minimal jumlah
peralatan per peserta didik.
(3)
Standar buku perpustakaan
dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan.
(4)
Standar jumlah buku teks pelajaran
di perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk
masing-masing mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk setiap
peserta didik.
(5)
Kelayakan isi, bahasa, penyajian,
dan kegrafikan buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
(6)
Standar sumber belajar lainnya
untuk setiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumber belajar
terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar dan karakteristik
satuan pendidikan.
Pasal 44
(1)
Lahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk
prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan
suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat.
(2)
Standar lahan satuan pendidikan
dinyatakan dalam rasio luas lahan per peserta didik.
(3)
Standar letak lahan satuan
pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster
satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di
dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik.
(4)
Standar letak lahan satuan
pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh
peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut.
(5)
Standar letak lahan satuan
pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan lingkungan.
Pasal 45
(1)
Standar rasio luas ruang kelas per
peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2)
Standar rasio luas bangunan per
peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(3)
Standar kualitas bangunan minimal
pada satuan pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B.
(4)
Standar kualitas bangunan minimal
pada satuan pendidikan tinggi adalah kelas A.
(5)
Pada daerah rawan gempa bumi atau
tanahnya labil, bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar
bangunan tahan gempa.
(6)
Standar kualitas bangunan satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), dan (5) mengacu pada
ketetapan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Pasal 46
(1)
Satuan pendidikan yang memiliki
peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan
khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan
kebutuhan mereka.
(2)
Kriteria penyediaan akses sarana
dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 47
(1)
Pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 46 menjadi
tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2)
Pemeliharaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan
memperhatikan masa pakai.
(3)
Pengaturan tentang masa pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 48
Standar sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 sampai 47 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
BAB VIII
STANDAR PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan
Pasal 49
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah
yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.
(2)
Pengelolaan satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam
batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku
memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik,
pengelolaan, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya
yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
Pasal 50
(1)
Setiap satuan pendidikan dipimpin
oleh seorang kepala satuan sebagai penanggung jawab Pengelolaan pendidikan.
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya kepala
satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu
minimal oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan.
(3)
Pada satuan pendidikan
SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan
dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan
pendidikan yang masing-masing secara berturut-turut membidangi akademik, sarana
dan prasarana, serta kesiswaan.
Pasal 51
(1)
Pengambilan keputusan pada satuan
pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan
Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
(2)
Pengambilan keputusan pada satuan
pendidikan dasar dan menengah di bidang non akademik dilakukan oleh komite
sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.
(3)
Rapat dewan pendidik dan komite
sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang
berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Pasal 52
(1)
Setiap satuan pendidikan harus
memiliki pedoman yang mengatur tentang:
a.
Kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabus;
b.
Kalender pendidikan akademik, yang
menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan
dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
c.
Struktur organisasi satuan pendidikan;
d.
Pembagian tugas di antara
pendidikan
e.
Pembagian tugas di antara tenaga pendidikan;
f.
Peraturan akademik;
g.
Tata tertib satuan pendidikan,
yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta
didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
h.
Kode etik hubungan antara sesama
warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan
pendidikan dengan masyarakat;
i.
Biaya pengelolaan satuan
pendidikan.
(2)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) butir a, b, d, e, f, dan h diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan
ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan.
(3)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) butir c dan i diputuskan oleh komite sekolah madrasah dan ditetapkan
oleh kepala satuan pendidikan.
(4)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) butir g ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan setelah
mempertimbangkan masukan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah madrasah.
(5)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) butir e ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan.
(6)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
(1)
Setiap satuan pendidikan dikelola
atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana
kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun.
(2)
Rencana kerja tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
kalender pendidikan/ akademik yang
meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan
hari libur;
b.
jadwal penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya;
c.
mata pelajaran atau mata kuliah
yang ditawarkan pada semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila
ada;
d.
penugasan pendidik pada mata
pelajaran atau mata kuliah dan kegiatan lainnya;
e.
buku teks pelajaran yang dipakai
pada masing-masing mata pelajaran;
f.
jadwal penggunaan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana pembelajaran;
g.
pengadaan, penggunaan, dan
persediaan minimal bahan habis pakai;
h.
program peningkatan mutu pendidik
dan tenaga kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi,
peserta, dan penyelenggara program;
i.
jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat
konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat
satuan pendidikan dengan komite sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah;
j.
jadwal rapat Dewan Dosen dan rapat
Senat Akademik untuk jenjang pendidikan tinggi;
k.
rencana anggaran pendapatan dan
belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun;
l.
jadwal penyusunan laporan
akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir
(3)
Untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah, rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus
disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite
Sekolah/Madrasah.
(4)
Untuk jenjang pendidikan tinggi,
rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui oleh
lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 54
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan
dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
(2)
Pelaksanaan Pengelolaan satuan
pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tidak sesuai dengan
rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus mendapat
persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
(3)
Pelaksanaan Pengelolaan satuan
pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi yang tidak sesuai dengan rencana
kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus mendapat persetujuan
dari lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(4)
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala
satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah madrasah.
(5)
Pelaksanaan Pengelolaan pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan
pendidikan kepada lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing
perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 55
Pengawasan satuan pendidikan meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Pasal 56
Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan
pendidikan dan komite sekolah/ madrasah atau bentuk lain dari lembaga
perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan
untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan.
Pasal 57
Supervisi yang meliputi supervisi manajerial
dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau
pemilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Pasal 58
(1)
Pelaporan dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, dan pengawas atau pemilik
satuan pendidikan.
(2)
Pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, laporan oleh pendidik ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan dan
orang tua/wali peserta didik, berisi hasil evaluasi dan penilaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
(3)
Laporan oleh teknis dari tugas
masing-masing dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
(4)
Untuk pendidikan dasar dan
menengah laporan oleh pimpinan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditujukan kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan, yang berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya
setiap akhir semester.
(5)
Untuk pendidikan dasar, menengah,
dan non formal laporan oleh pengawas atau pemilik satuan pendidikan ditujukan
kepada Bupati/Walikota melalui Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6)
Untuk pendidikan dasar dan
menengah keagamaan,laporan oleh pengawas satuan pendidikan ditujukan kepada
kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(7)
Untuk jenjang pendidikan tinggi,
laporan oleh kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan kepada Menteri, berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya
setiap akhir semester.
(8)
Setiap pihak yang menerima laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) wajib menindaklanjuti
laporan tersebut untuk meningkatkan mutu satuan pendidikan, termasuk memberikan
sanksi atas pelanggaran yang ditemukannya.
Bagian Kedua
Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59
(1)
Pemerintah Daerah menyusun rencana
kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
a.
wajib belajar;
b.
peningkatan angka partisipasi
pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
c.
penuntasan pemberantasan buta
aksara;
d.
penjaminan mutu pada satuan
pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;
e.
peningkatan status guru sebagai
profesi;
f.
akreditasi pendidikan;
g.
peningkatan relevansi pendidikan
terhadap kebutuhan masyarakat; dan
h.
pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang pendidikan.
(2)
Realisasi rencana kerja tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui dan dipertanggungjawabkan oleh
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagian Ketiga
Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah
Pasal 60
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan
bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
a.
wajib belajar;
b.
peningkatan angka partisipasi
pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
c.
penuntasan pemberantasan buta
aksara;
d.
penjaminan mutu pada satuan
pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;
e.
peningkatan status guru sebagai
profesi;
f.
peningkatan mutu dosen;
g.
standarisasi pendidikan;
h.
akreditasi pendidikan;
i.
peningkatan relevansi pendidikan
terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;
j.
pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang pendidikan; dan
k.
Penjaminan mutu pendidikan
nasional.
Pasal 61
(1)
Pemerintah bersama-sama pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional.
(2)
Menteri menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
BAB IX
STANDAR PEMBIAYAAN
Pasal 62
(1)
Pembiayaan pendidikan terdiri atas
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
(2)
Biaya investasi satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap.
(3)
Biaya personal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan.
(4)
Biaya operasi satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji;
b.
bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan
c.
biaya operasi pendidikan tak
langsung berupa daya, air,jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
(5)
Standar biaya operasi satuan
pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
BAB X
STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 63
(1)
Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.
penilaian hasil belajar oleh
pendidik;
b.
penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan; dan
c.
penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah.
(2)
Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi terdiri atas:
a.
penilaian hasil belajar oleh
pendidik; dan
b.
penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan tinggi.
(3)
Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh masing-masing
perguruan. tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Pasal 64
(1)
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam
bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas.
(2)
Penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran.
(3)
Penilaian hasil belajar kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
a.
pengamatan terhadap perubahan
perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta
didik; serta
b.
ujian, ulangan, dan/atau penugasan
untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
(4)
Penilaian hasil belajar kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui
ulangan,penugasan,dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi
yang dinilai.
(5)
Penilaian hasil belajar .kelompok
mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap pembahan perilaku
dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta
didik.
(6)
Penilaian hasil belajar kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:
a.
pengamatan terhadap perubahan
perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta
didik; dan
b.
ulangan, dan/atau penugasan untuk
mengukur aspek kognitif peserta didik.
(7)
Untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk:
a.
kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia;
b.
kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian;
c.
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi;
d.
kelompok mata pelajaran estetika;
dan
e.
kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga, dan kesehatan.
Bagian Ketiga
Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Pasal 65
(1)
Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir b
bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata
pelajaran.
(2)
Penilaian hasil belajar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, , kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir
untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(3)
Penilaian akhir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh
pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
(4)
Penilaian hasil belajar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok
ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk
menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(5)
Untuk dapat mengikuti ujian
sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus
mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi
yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan.
(6)
Ketentuan mengenai penilaian akhir
dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usulan BSNP.
Bagian Keempat
Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah
Pasal 66
(1)
Penilaian hasil belajar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian
nasional.
(2)
Ujian nasional dilakukan secara
obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
(3)
Ujian nasional diadakan
sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun
pelajaran.
Pasal 67
(1)
Pemerintah menugaskan BSNP untuk
menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan
pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal
kesetaraan.
(2)
Dalam penyelenggaraan ujian
nasional BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan.
(3)
Ketentuan mengenai ujian nasional
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 68
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah
satu pertimbangan untuk:
a.
pemetaan mutu program dan/atau
satuan pendidikan;
b.
dasar seleksi masuk jenjang
pendidikan berikutnya;
c.
penentuan kelulusan peserta didik
dari program dan/atau satuan pendidikan;
d.
pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Pasal 69
(1)
Setiap peserta didik jalur formal
pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak
mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan
lulus dari satuan pendidikan.
(2)
Setiap peserta didik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut
biaya.
(3)
Peserta didik pendidikan informal
dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
BSNP.
(4)
Peserta ujian nasional memperoleh
surat keterangan hasil ujian nasional yang diterbitkan oleh satuan pendidikan
penyelenggara Ujian Nasional.
Pasal 70
(1)
Pada jenjang SD/MI/SDLB, atau
bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
(2)
Pada program paket A, Ujian
Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
(3)
Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, atau
bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, dan llmu Pengetahuan Alam (IPA).
(4)
Pada program paket B, Ujian
Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika,
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan
Kewarganegaraan.
(5)
Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain
yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program
pendidikan.
(6)
Pada program paket C, Ujian Nasional
mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata
pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
(7)
Pada jenjang SMK/MAK atau bentuk
lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas program
pendidikan.
Pasal 71
Kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan
oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Bagian Kelima
Kelulusan
Pasal 72
(1)
Peserta didik dinyatakan lulus
dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a.
menyelesaikan seluruh program
pembelajaran;
b.
memperoleh nilai minimal baik pada
penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok
mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan;
c.
lulus ujian sekolah/madrasah untuk
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d.
lulus Ujian Nasional.
(2)
Kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai
dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
BAB XI
BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (BSNP)
Pasal 73
(1)
Dalam rangka pengembangan,
pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan, dengan
Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
(2)
BSNP berkedudukan di ibu kota
wilayah Negara Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Menteri.
(3)
Dalam menjalankan tugas dan
fungsinya BSNP bersifat mandiri dan profesional.
Pasal 74
(1)
Keanggotaan BSNP berjumlah gasal,
paling sedikit 11 (sebelas) orang dan paling banyak 15 (lima belas) orang.
(2)
Anggota BSNP terdiri atas
ahli-ahli di bidang psikometri, evaluasi pendidikan, kurikulum, dan manajemen
pendidikan yang memiliki wawasan, pengalaman, dan komitmen untuk peningkatan
mutu pendidikan.
(3)
Keanggotaan BSNP diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri untuk masa bakti 4 (empat) tahun.
Pasal 75
(1)
BSNP dipimpin oleh seorang ketua
dan seorang sekretaris yang dipilih oleh dan dari anggota atas dasar suara
terbanyak.
(2)
Untuk membantu kelancaran tugasnya
BSNP didukung oleh sebuah sekretariat yang secara ex-officio diketuai oleh
pejabat Departemen yang ditunjuk oleh Menteri.
(3)
BSNP menunjuk tim ahli yang
bersifat ad-hoc sesuai kebutuhan.
Pasal 76
(1)
BSNP bertugas membantu Menteri
dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan standar nasional pendidikan.
(2)
Standar yang dikembangkan oleh
BSNP berlaku efektif dan mengikat semua satuan pendidikan secara nasional
setelah ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(3)
Untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BSNP berwenang:
a.
mengembangkan Standar Nasional
Pendidikan;
b.
menyelenggarakan ujian nasional;
c.
memberikan rekomendasi kepada
Pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu
pendidikan;
d.
merumuskan kriteria kelulusan dari
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 77
Dalam menjalankan tugasnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3), BSNP didukung dan berkoordinasi dengan
Departemen dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama,
dan dinas yang menangani pendidikan di provinsi/kabupaten/kota.
BAB XII
EVALUASI
Pasal 78
Evaluasi pendidikan meliputi:
a.
evaluasi kinerja pendidikan yang
dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
b.
evaluasi kinerja pendidikan oleh
Pemerintah;
c.
evaluasi kinerja pendidikan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi
d.
evaluasi kinerja pendidikan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
e.
evaluasi oleh lembaga evaluasi
mandiri yang dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menilai
pencapaian Standar Nasional Pendidikan;
Pasal 79
(1)
Evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 butir a dilakukan oleh satuan pendidikan pada setiap akhir
semester.
(2)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a.
tingkat kehadiran peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan;
b.
pelaksanaan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler;
c.
hasil belajar peserta didik; dan
d.
realisasi anggaran.
(3)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Pasal 80
(1)
Evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 butir b dilakukan oleh Menteri terhadap pengelola, satuan,
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi secara
berkala.
(2)
Evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 butir b dilakukan oleh menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan pada pendidikan keagamaan secara berkala.
Pasal 81
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
butir c dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan, pada pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan nonformal
termasuk pendidikan anak usia dini, secara berkala.
Pasal 82
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
butir d dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan, pada pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal
termasuk pendidikan anak usia dini, secara berkala.
Pasal 83
(1)
Evaluasi terhadap pengelola
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 sampai dengan Pasal 82 dilakukan sekurang-kurangnya
setahun sekali.
(2)
Evaluasi terhadap pengelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup sekurang-kurangnya:
a.
Tingkat relevansi pendidikan
terhadap visi, misi, tujuan, dan paradigma pendidikan nasional;
b.
Tingkat relevansi satuan, jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat akan sumber daya
manusia yang bermutu dan kompetitif;
c.
Tingkat pencapaian Standar
Nasional Pendidikan oleh satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;
d.
Tingkat efisiensi dan
produktivitas satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;
e.
Tingkat daya saing satuan, jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan pada tingkat daerah, nasional, regional, dan
global.
(3)
Hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Menteri.
(4)
Atas dasar evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (3), Menteri melakukan evaluasi
komprehensif untuk menilai:
a.
Tingkat relevansi pendidikan
nasional terhadap visi, misi, tujuan, dan paradigma pendidikan nasional;
b.
Tingkat relevansi pendidikan
nasional terhadap kebutuhan masyarakat akan sumber daya manusia yang bermutu
dan berdaya saing;
c.
Tingkat mutu dan daya saing
pendidikan nasional;
d.
Tingkat partisipasi masyarakat
dalam pendidikan;
e.
Tingkat pemerataan akses
masyarakat ke pelayanan pendidikan; dan
f.
Tingkat efisiensi, produktivitas,
dan akuntabilitas pendidikan nasional.
Pasal 84
(1)
Evaluasi dapat dilakukan oleh
lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat.
(2)
Evaluasi sebagai dimaksud pada ayat
(1) secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik.
(3)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditujukan untuk menentukan pencapaian standar nasional pendidikan oleh
peserta didik, program, dan/atau satuan pendidikan.
(4)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) dilakukan secara mandiri, independen, obyektif, dan
profesional.
(5)
Metode dan hasil evaluasi yang
dilakukan oleh lembaga evaluasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diumumkan kepada publik dan dilaporkan ke BSNP.
Pasal 85
(1)
Untuk mengukur dan menilai
pencapaian standar nasional pendidikan oleh peserta didik, program dan/atau
satuan pendidikan, masyarakat dapat membentuk lembaga evaluasi mandiri.
(2)
Kelompok masyarakat yang dapat
membentuk lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kelompok
masyarakat yang memiliki kompetensi untuk melakukan evaluasi secara
profesional, independen dan mandiri.
(3)
Pembentukan lembaga mandiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Menteri.
BAB XIII
AKREDITASI
Pasal 86
(1)
Pemerintah melakukan akreditasi
pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan.
(2)
Kewenangan akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi
kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi.
(3)
Akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara
obyektif, adil, transparan, dan komprehensif
dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar
Nasional Pendidikan.
Pasal 87
(1)
Akreditasi oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dilaksanakan oleh:
a.
BAN-S/M terhadap program dan/atau
satuan pendidikan-pendidikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah;
b.
BAN-PT terhadap program dan/atau
satuan pendidikan jenjang pendidikan tinggi; dan
c.
BAN-PNF terhadap program dan/atau
satuan pendidikan jalur nonformal.
(2)
Dalam melaksanakan akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BAN-S/M dibantu oleh badan akreditasi
provinsi yang dibentuk oleh Gubernur.
(3)
Badan akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri.
(4)
Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri.
(5)
Ketentuan mengenai badan
akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 88
(1)
Lembaga mandiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dapat melakukan fungsinya setelah mendapat
pengakuan dari Menteri.
(2)
Untuk memperoleh pengakuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lembaga mandiri wajib memenuhi persyaratan
sekurang-kurangnya:
a.
berbadan hukum Indonesia yang
bersifat nirlaba.
b.
memiliki tenaga ahli yang
berpengalaman di bidang evaluasi pendidikan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
BAB XIV
SERTIFIKASI
Pasal 89
(1)
Pencapaian kompetensi akhir
peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan/atau sertifikat kompetensi.
(2)
Ijazah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah serta satuan
pendidikan tinggi, sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah
lulus dari satuan pendidikan.
(3)
Pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi:
a.
Identitas peserta didik;
b.
Pernyataan bahwa peserta didik
yang bersangkutan telah lulus dari penilaian akhir satuan pendidikan beserta
daftar nilai mata pelajaran yang ditempuhnya;
c.
Pernyataan tentang status
kelulusan peserta didik dari Ujian Nasional beserta daftar nilai mata pelajaran
yang diujikan; dan
d.
Pernyataan bahwa peserta didik
yang bersangkutan telah memenuhi seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari
satuan pendidikan.
(4)
Pada jenjang pendidikan tinggi
ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi:
a.
Identitas peserta didik;
b.
Pernyataan bahwa peserta didik
yang bersangkutan telah memenuhi seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari
satuan pendidikan.
(5)
Sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi
atau oleh lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi
yang diakui Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan
telah lulus uji kompetensi.
(6)
Sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya berisi:
a.
Identitas peserta didik;
b.
Pernyataan bahwa peserta didik
yang bersangkutan telah lulus uji kompetensi untuk semua mata pelajaran atau
mata kuliah keahlian yang dipersyaratkan dengan nilai yang memenuhi syarat
sesuai ketentuan yang berlaku;
c.
Daftar semua mata pelajaran atau
mata kuliah keahlian yang telah ditempuh uji kompetensinya oleh peserta didik,
beserta nilai akhirnya.
Pasal 90
(1)
Peserta didik pendidikan informal
dapat memperoleh sertifikat kompetensi yang setara dengan sertifikat kompetensi
dari pendidikan formal setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh
satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri/
profesi sesuai ketentuan yang berlaku.
(2)
Peserta didik pendidikan informal
dapat memperoleh ijazah yang setara dengan ijazah dari pendidikan dasar dan
menengah jalur formal setelah lulus uji kompetensi dan ujian nasional yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi sesuai ketentuan yang
berlaku.
BAB XV
PENJAMINAN MUTU
Pasal 91
(1)
Setiap satuan pendidikan pada
jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.
(2)
Penjaminan mutu pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui
Standar Nasional Pendidikan.
(3)
Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap,sistematis, dan terencana
dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu
yang jelas.
Pasal 92
(1)
Menteri mensupervisi dan membantu
satuan perguruan tinggi melakukan penjaminan mutu.
(2)
Menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama mensupervisi dan membantu satuan pendidikan
keagamaan melakukan penjaminan mutu.
(3)
Pemerintah Provinsi mensupervisi
dan membantu satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya untuk
menyelenggarakan atau mengatur penyelenggaraannya dalam melakukan penjaminan
mutu.
(4)
Pemerintah Kabupaten/Kota
mensupervisi dan membantu satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya
untuk menyelenggarakan atau mengatur penyelenggaraannya dalam melakukan
penjaminan mutu.
(5)
BAN-S/M, BAN-PNF, dan BAN-PT
memberikan rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau
satuan pendidikan yang diakreditasi dan kepada Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
(6)
LPMP mensupervisi dan membantu
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam melakukan
upaya penjaminan mutu pendidikan.
(7)
Dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), LPMP bekerja sama dengan Pemerintah Daerah
dan Perguruan tinggi.
(8)
Menteri menerbitkan pedoman program
penjaminan mutu satuan pendidikan pada semua jenis, jenjang dan jalur
pendidikan.
Pasal 93
(1)
Penyelenggaraan satuan pendidikan
yang tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan ini dapat memperoleh
pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP.
(2)
Rekomendasi dari BSNP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian khusus.
(3)
Pengakuan dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 94
Pada saat mulai berlakunya Peraturan
Pemerintah ini:
a.
Badan Akreditasi Sekolah Nasional
(BASNAS), Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Panitia Nasional
Penilaian Buku pelajaran (PNPBP) masih tetap menjalankan tugas dan fungsinya
sampai dibentuknya badan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
b.
Satuan pendidikan wajib
menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7
(tujuh) tahun.
c.
Standar kualifikasi pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 berlaku efektif sepenuhnya 15 (lima belas)
tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
d.
Ujian nasional untuk peserta didik
SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Peraturan
Pemerintah ini.
e.
Penyelenggaraan ujian nasional
dilaksanakan oleh Pemerintah sebelum BSNP menjalankan tugas dan wewenangnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 95
Peraturan Perundang-undangan yang terkait
dengan standar nasional pendidikan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 96
Semua peraturan yang diperlukan untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua)
tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 97
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 16 Mei 2005
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 16 Mei 2005
MENTERI
HUKUM DAN HAK AZASI MANUSIA,
Ttd.
HAMID
AWALUDIN
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar